Jumat, 22 Juni 2012

Seminggu setelah kepergianmu


Tak ada lagi kamu yang memenuhi kotak inbox di handphone-ku. Tak ada lagi sapamu sebelum tidur yang membuncah riuh di telingaku. Tak ada lagi genggaman tanganmu yang menguatkan setiap langkahku. Tak ada lagi pelukanmu yang meredam segala kecemasan. Tanpamu... semua berbeda dan tak lagi sama.

Aku membuka mata dan berharap hari-hariku berjalan seperti biasanya, walau tanpamu, walau tak ada kamu yang memenuhi hari-hariku. Seringkali aku terbiasa melirik ke layar handphone, namun tak ada lagi ucapan selamat pagi darimu dengan beberapa emote kiss yang memasok energiku. Pagi yang berbeda. Ada sesuatu yang hilang.

Lalu, aku menjalani semua aktivitasku, seperti biasa, kamu tentu tahu itu. Dulu, kamu memang selalu mengerti kegiatan dan rutinitasku. Namun, sekarang tak ada lagi kamu yang berperan aktif dalam siang dan malamku. Tak ada lagi pesan singkat yang mengingatkan untuk menjaga pola makan ataupun menjaga kesehatan. Bukan masalah besar memang, aku mandiri dan sangat tahu hal-hal yang harusnya aku lakukan. Tapi... entah mengapa aku seperti merasa kehilangan, tanpa pernah tahu apa yang telah hilang. Aku seperti mencari, tanpa tahu apa yang telah kutemukan.

Rasa ini begitu absurd dan sulit untuk dideskripsikan. Kamu membawa jiwaku melayang ke negeri antah-berantah, dan mengasingkan aku ke dunia yang bahkan tak kuketahui. Aku bercermin, memerhatikan setiap lekuk wajahku dan tubuhku. Aku tak mengenal sosok di dalam cermin itu. Tak ada aku dalam cermin yang kuperhatikan sejak tadi. Aku berbeda dan tidak lagi mengenal siapa diriku. Seseorang yang kukenal di dalam tubuhku kini menghilang secara magis setelah kepergian kamu. Kamu merampas habis cinta yang kupunya, melarikannya ke suatu tempat yang sulit kujangkau. Entah di mana aku bisa menemukan diriku yang telah hilang itu. Entah bagaimana caranya mengembalikan sosok yang kukenal itu ke dalam tubuhku. Aku kebingungan dan kehilangan arah.

Ingin rasanya aku melempari segala macam benda agar bisa memecahkan cermin itu. Agar aku tak bisa lagi melihat diriku yang tak lagi kukenal. Agar aku tak perlu menyadari perubahan yang begitu besar terjadi setelah kehilangan kamu. Aku bisa berhenti memercayai cinta jika terlalu sering tenggelam dalam rasa frustasi seperti ini. Aku mungkin akan berhenti memercayai lawan jenis dan segala janji-janji tololnya. Siksaanmu terlalu besar untukku, aku terlalu lemah untuk merasakan semua rasa sakit yang telah kau sebabkan.

Bagaimana mungkin aku bisa menemukan yang lebih baik jika aku pernah memiliki yang terbaik? Bagaimana mungkin aku bisa menemukan seseorang yang lebih sempurna jika aku pernah memiliki yang paling sempurna?



Aku benci pada perpisahan. Entah mengapa dalam peristiwa itu harus ada yang terluka, sementara yang lainnya bisa saja bahagia ataupun tertawa. Kamu tertawa dan aku terluka. Kita seperti saling menyakiti, tanpa tahu apa yang patut dibenci. Kita seperti saling memendam dendam, tanpa tahu apa yang harus dipermasalahkan.

Aku menangis sejadi-jadinya, sedalam-dalamnya, atas dasar cinta. Kamu tertawa sekeras-kerasnya, sekencang-kencangnya, atas dasar... entah harus kusebut apa. Aku tak pernah mengerti jalan pikiranmu yang terlampau rumit itu. Aku merasa sangat kehilangan, sementara kamu dalam hitungan jam telah menemukan yang baru. Bagaimana mungkin aku harus menyebut semua adalah wujud kesetiaan? Begitu sulitnya aku melupakanmu, dan begitu mudahnya kamu melupakanku. Inikah caramu menyakiti seseorang yang tak pantas kau lukai?

Jam berganti hari, dan semua berputar... tetap berotasi. Aku jalani hidupku, tentu saja tanpa kamu. Kamu lanjutkan hidupmu, tentu saja dengan dia. Aku tak menyangka, begitu mudahnya kamu menemukan pengganti. Begitu gampangnya kamu melupakan semua yang telah terjadi. Aku hanya ingin tahu isi otakmu saja, apa kamu tak pernah memikirkan mendung yang semakin menghitam di hatiku? Atau... mungkin saja kamu tak punya otak? Atau tak punya hati?

Tak banyak hal yang bisa kulakukan, selain mengikhlaskan. Tak ada hal yang mampu kuperjuangkan, selain membiarkanmu pergi dan tak berharap kamu menorehkan luka lagi. Aku hanya berusaha menikmati luka, hingga aku terbiasa dan akan menganggapnya tak ada. Kepergianmu yang tak beralasan, kehilangan yang begitu menyakitkan, telah menjadi candu yang kunikmati sakitnya.

Aku mulai suka air mata yang seringkali jatuh untukmu. Aku mulai menikmati saat-saat napasku sesak ketika mengingatmu. Aku mulai jatuh cinta pada rasa sakit yang kau ciptakan selama ini.

Terimakasih.

Dengan luka seperti ini.

Dengan rasa sakit sedalam ini.

Aku jadi tambah sering menulis.

Lebih banyak dari biasanya.

Aku semakin percaya, bahwa Kahlil Gibran butuh rasa sakit agar ia bisa menulis banyak hal.

Sama seperti aku, butuh rasa sakit agar bisa lancar menulis... terutama yang bercerita tentangmu. 

with love :)
Dwitasari

Aku tak banyak minta hal, Tuhan



Tuhan... selamat pagi, atau selamat siang, dan selamat malam. Aku tak tahu di surga sedang musim apa, penghujan atau kemaraukah? Ataukah mungkin sekarang sedang turun salju? Pasti indah. Kalau boleh berbincang sedikit, aku belum pernah melihat salju. Mungkin, kalau aku sudah cukup dewasa dan sudah bisa menghasilkan uang sendiri, aku akan bisa menyaksikan salju, dengan mata kepalaku sendiri.

Aku tahu Kamu tak pernah sibuk. Aku tahu Kamu selalu mendengar isi hatiku meskipun Kamu tak segera memberi pukpuk di bahuku. Aku tak perlu curiga padaMu, soal Kamu mendengar doaku atau tidak. Aku percaya telingaMu selalu tersedia untuk siapapun yang percaya padaMu. Aku yakin pelukanMu selalu terbuka bagi siapapun yang lelah pada dunia yang membuatnya menggigil. Aku mengerti tanganMu selalu siap menyatukan kembali kepingan-kepingan hati yang patah.

Masih tentang hal yang sama, Tuhan. Aku belum ingin ganti topik. Tentang dia. Seseorang yang selalu kuperbicangkan sangat lama bersamaMu. Seseorang yang selalu kusebut dalam setiap frasa kata ketika aku bercakap panjang denganMu.

Aku sudah tahu, perpisahan yang Kau ciptakan adalah sesuatu yang terbaik untukku. Aku mengerti kalau Kamu sudah mempersiapkan seseorang yang jauh lebih baik darinya. Tapi... bukan berarti aku harus absen menyebut namanya dalam doaku bukan?

Nah... kalau yang ini, aku juga sudah tahu. Dia sudah menemukan penggantiku, entah lebih baik atau lebih buruk dariku. Atas alasan apapun, aku harus turut bahagia mendengar berita itu, karena ia tak perlu merayakan kesedihannya seperti yang aku lakukan beberapa hari terakhiri ini. Seiring mendapatkan penggantiku, ia tak perlu merasa galau ataupun merasa kehilangan. Sungguh... aku tak pernah ingin dia merasakan sakit seperti yang kurasakan, Tuhan. Aku tak pernah tega melihat kecintaanku terluka seperti luka yang belum juga kering di dadaku. Aku hanya ingin kebahagiaannya terjamin olehMu, dengan atau tanpaku

Tolong kali ini jangan tertawa, Tuhan. Aku tentu saja menangis, dadaku sesak ketika tahu semua berlalu begitu cepat. Apalagi ketika dia menemukan penggantiku hanya dalam hitung hari. Aku memang tak habis pikir. Padahal, aku sedang menikmati perasaan bahagia yang meletup pelan-pelan itu. Bukannya ingin berpikiran negatif, tapi ternyata setiap manusia punya topengnya masing-masing. Ia berganti-ganti peran sesukanya. Sementara aku belum cukup cerdas untuk mengerti wajah dan kenampakan aslinya. Aku hanya melihat segala hal yang ia tunjukkan padaku, tanpa pernah tahu apa yang sebenarnya ada dalam hatinya.

Aku tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Bagaimana hubungannya dengan kekasih barunya. Aku tak terlalu ingin mengurusi hal itu. Aku yakin dia pasti bahagia, karena begitu mudah mendapatkan penggantiku. 

Aku percaya dia sedang dalam titik jatuh cinta setengah mati pada kekasih barunya, dan tidak lagi membutuhkan aku dalam helaan napasnya. Permintaan yang sama seperti kemarin, Tuhan. Jagalah kebahagiaannya untukku. Bahagiakan dia untukku. Senyumnya adalah segalanya yang kuharapkan. Bahkan, aku rela menangis untuknya agar ada lengkungan senyum di bibirnya. Aku ingin lakukan apapun untuknya, tanpa melupakan rasa cintaku padaMu. Aku memang tak menyentuhnya. Tapi... dalam jarak sejauh ini, aku bisa terus memeluknya dalam doa.

Pernah terpikir agar aku bisa terkena amnesia dan melupakan segala sakit yang pernah kurasa. Agar aku tak pernah merasa kehilangan dan tak perlu menangisi sebuah perpisahan. Rasanya hidup tak akan terlalu rumit jika setiap orang mudah melupakan rasa sakit dan hanya mengingat rasa bahagia. Namun... aku tahu hidup tak bisa seperti itu, Tuhan. Harus ada rasa sakit agar kita tahu rasa bahagia. Tapi, bagiku rasa sakit yang terlalu sering bisa membuat seseorang menikmati yang telah terjadi. Itu dalam persepsiku lho, Tuhan. Kalau pendapatMu berbeda juga tak apa-apa.

Aku memang tak perlu meratap, karena sepertinya ia bahagia bersama kekasih barunya. Ia pasti telah menemukan dunia baru yang indah dan menyenangkan. Aku turut senang jika hal itu benar, kembali pada bagian awal, Tuhan. Aku tak pernah ingin dia merasakan sakitnya perpisahan, seperti yang aku rasakan.

Akhir percakapan, aku tidak minta agar dia segera putus dari kekasihnya, atau hubungan merekasegera kandas di tengah jalan. Aku hanya minta agar ia sembuh dari maag akutnya. Agar ia terhindar dari vertigo parahnya. Agar muntah darahnya berhenti ketika tubuhnya kelelahan. Semoga kekasihnya mengerti betul penyakitnya seperti aku mengerti rasa sakitnya.

Kembali pada bagian awal. Aku hanya ingin ia bahagia. Cukup.

with love :)
Dwitasari

Sabtu, 02 Juni 2012

Sweet Lollipop

Aku punya sahabat kecil yang akrab sekali denganku, namanya Dafy Caraka Pratama, biasa dipanggil Dafy. Walaupun dia sahabat cowok, dia sangat perhatian sekali denganku. Kami bertetangga sejak kecil, bahkan sehabis dilahirkan. Kami berdua lahir di tempat yang sama, tempat tidur kami pun bersebelahan. Selisih lahirnya pun hanya 8 jam, dan Dafy lebih dulu dilahirkan.
            Sejak berusia 3 tahun, aku dan Dafy setiap sore hari tiba, kami selalu bersepeda bersama mengelilingi perumahan.  Kegiatan rutin itu berhenti saat Dafy harus meninggalkan kota ini. Dafy harus pindah saat menginjak usia 8 tahun. Dia terserang harus kehilangan kekebalan tubuhnya, atau lebih tepat disebut lupus. Rumah sakit di kotaku tidak memiliki peralatan medis yang Dafy butuhkan sekarang, peralatan medisnya tak selengkap rumah sakit di kota-kota besar. Jadi , itu semua mengharuskan Dafy untuk meninggalkan kota kelahirannya. Dia dipindahkan ke luar kota, untuk mendapatkan perawatan yang intensif. 1 tahun sakit yang diderita Dafy tak kunjung selesai. Tepat satu tahun Dafy perg , aku juga harus pindah, tapi sayangnya di kota yang berbeda dengan Dafy bertempat tinggal sekarang..
            Aku pindah karena pekerjaan ayahku. Semenjak itu, kabar tentang Dafy tak pernah ku dengar. 10 tahun tlah berlal.. aku mendapatkan beasiswa kuliah di Harvard University, Amerika. Cita-citaku yang slalu aku nanti-nantikan akhirnya terwujud. Sejak kecil aku dan Dafy berjanji, ”Suatu saat nanti, kita pasti bisa kuliah di Harvard“. Semua orang menertawakanku, saat aku menceritakkan keinginanku untuk kuliah disana, kedengarannya memang sangat tidak mungkin. Tapi pada kenyataannya lah, sekarang aku bisa duduk di bangku Harvard. Sayangnya, aku tidak bersama Dafy. Pikirku, mungkin Dafy sudah pergi dari dunia ini, karena penyakit yang dideritanya.
            Aku kangen sekali, sama gaya Dafy berbicara, cara dia senyum, canda, tawa,pernah aku lalui bersamanya.Jujur, aku sangat beruntung bisa mengenal dia, apalagi menjadi sahabatnya. Aku pikir dia adalah sosok yang pantang menyerah dan tak kenal putus asa.
            “za!” sapa Fhiya, membuyarkan lamunanku
            “apa’an sih?”
            “ngapain lo? Ngelamun? Mikiran sapa? Udah naksir lo sama salah satu cowok disini?
            “apa’an sihhhh !!!”
Aku dan Fhiya kenal sejak kuliah disini. Fhiya kenalanku yang berasal dari Indonesia. Jadi, aku tak  perlu susah payah berbicara bahasa inggris denganya.
Beberapa bula kemudian….
            Pagi yang dingin sekali.. Baru kali ini aku merasakan salju. Seumur hidupku, ini kali pertama Jsenangnyaa.. pagi ini aku jalan-jalan mengelilingi Harvard, maklum. Sejak kuliah disini, aku belum pernah menyusuri Harvard karena tugas yang tak ada habisnya, belum lagi ujian yang sering diadakan. Jadi beberapa bulan itu, waktu ku habis di kamar kosku menatap buku yang tak ada habisnya. tak sengaja aku menyenggol seseorang yang ada di depanku, dan buku yang dibawanya jatuh semua.
            “ah ! I’m sorry” kataku
            “It’s okay, no problem J
Ku balas dia hanya sebuah senyuman, dan  langsung aku membantunya membereskan buku-buku tadi. Sewaktu aku membereskan salah satu buku diantara yang lain, buku itu bertuliskan “DAFY CARAKA PRATAMA “degg, jantungku berdetak sangat kencang.. beribu pertanyaan datang di benakku. Apakah dia? Orang yang slama ini aku pikirkan? Orang slama ini menjadi penyemangat hidupku? Penyemangat yang tak pernah ada habisnya walau jarak membentagnya? pikirku tak habis-habis, tiba-tiba, lamunanku terbuyar
            “ May I know your name ?” tanyaku
            “With my pleasure, My name’s Dafy, I’m from Indonesia” jawabnya
            “Do you still remember me?”
            “hmm , what’s your name ?”
            “Faza, I’m from Indonesia”
Sore itu juga, dia langsung mengajakku makan di salah satu kafe dekat kampus. Disana dia menceritakan semua kisah pahit yang didalamnya. Dafy hampir saja meninggal dunia saat berusia 13 tahun. Kekebalan tubuhnya sangat tipis dan ada seseorang yang berniat buruk. Ada seseorang yang mencoba mematikan alat pendetak jantung yang saat itu berada di samping Dafy. Sayangnya, Dafy pada saat keadaan tidak sadar. Dan, dafy sempat tidak menghembuskan nafasnya. Beruntung, suster cepat datang dan segera memanggil dokter. Saat dokter mencoba menghidupkan detak jantungnya, Dafy seperti berada di sebuah lorong.. Setelah menyusuri lorong tersebut ada dua pintu di hadapannya, pintu kanan dan kiri. Sayangnya , pintu sekarang yang terbuka ialah pintu sebelah kiri. Dia segera memasuki pintu tersebut. Banyak orang seperti telah mengalami kebakaran, sekujur tubuh mereka ada api yang menyala-nyala, layaknya neraka. Dafy takut, akhirnya ia memutuskan untuk mundur. Dalam perjalanannya mundur, dia mendengar suara ponsel ayahnya , 1 detikpun dia membuka matanya lebar-lebar. Dan, sekarang dia sudah berada tempat dimana dia dirawat tadi.
            Tak terasa air mataku jatuh, membasahi pipiku. Aku membayangkan saja, apa yang dialami sahabat kecilku. Syukurnya, karena mukjizat yang diberikkan Allah SWT, Dafy bisa melawan yang menyerang penyakit yang ada dalam dirinya. Tak hanya itu, disaat Dafy genap berusia 16 tahun, orang tuanya bercerai. Dafy hancur.. hancur.. dan  hancur.. Dia sudah tidak tahan. Bahkan, dia sudah mencoba untuk bunuh diri. Dia sudah mencoba untuk bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 8 apartemennnya. Beruntung, dia sadar, akan pengorbanan orang tua untuknya melawan penyakit yang pernah dideritanya. Syukurlah.
            2 jam lebih, aku duduk disebelah Dafy. Entah mengapa, saat aku berada di dekat Dafy, hatiku saat damai J. Penjual lollipop yang lewat di hadapanku, sebagai symbol aku dan  Dafy selalu bersama walau kita tak mungkin saling memiliki, karena kita sahabat selamanya. Lolllipop berbentuk lingakaran, hubungan kami juga seperti itu, walau tak mungkin untuk saling memiliki , tapi tak pernah berujung . Kita kan  meraih kesuksesan bersama.. SWEET LOLLIPOP J by Asha


Rabu, 30 Mei 2012

Don't you remember-- Adele


When will I see you again?
You left with no goodbye, not a single word was said,
No final kiss to seal any seams,
I had no idea of the state we were in,

I know I have a fickle heart and bitterness,
And a wandering eye, and a heaviness in my head,

But don't you remember?
Don't you remember?
The reason you loved me before,
Baby, please remember me once more,

When was the last time you thought of me?
Or have you completely erased me from your memory?
I often think about where I went wrong,
The more I do, the less I know,

But I know I have a fickle heart and bitterness,
And a wandering eye, and a heaviness in my head,

But don't you remember?
Don't you remember?
The reason you loved me before,
Baby, please remember me once more,

Gave you the space so you could breathe,
I kept my distance so you would be free,
And hope that you find the missing piece,
To bring you back to me,

Why don't you remember?
Don't you remember?
The reason you loved me before,
Baby, please remember me once more,

When will I see you again?

Selasa, 29 Mei 2012

Matahari Penyemangat Hidup


Namaku Aulia Jasmine Lahzhah. Keluargaku cukup terpandang. Ayahku seorang pejabat, sedangkan ibuku seorang pengusaha butik terkenal di Indonesia, dan kakakku sednag berkuliah di Harvard University. Aku duduk dibangku kelas 2 SMP terelit di Jakarta. Setiap kali liburan datang, ayahku selalu mengajak kami sekeluarga berwisata keluar negeri. Hampir seluruh wilayah di muka bumi pernah aku kunjungi bersama keluargaku.

            Liburan datang. Liburan kali ini, aku dan keluargaku berwisata ke New York. Betapa bahagianya aku, berada ditengah-tengah keluarga ini. Apapun yang aku inginkan, selalu dipenuhi oleh kedua orang tuaku, selama permintaan tersebut merupakan hal-hal yang baik. Setelah 4 hari disana, sekarang tiba saatnya untuk kembali ke tanah air, sedih rasanya, tapi mau gimana lagi, liburan sudah hampir habis, dan perjalan New York - Indonesia memakan waktu yang cukup lama. Setibanya di Indonesia, entah mengapa, hatiku seperti hancur berantakan, aku seperti tau, apa yang akan terjadi, selama seminggu, hatiku tak henti-hentinya berprasangka buruk. Seperti ada kejadian yang selama ini tak pernah kusangka akan segera terjadi. Aku takut..