Aku punya
sahabat kecil yang akrab sekali denganku, namanya Dafy Caraka Pratama, biasa
dipanggil Dafy. Walaupun dia sahabat cowok, dia sangat perhatian sekali
denganku. Kami bertetangga sejak kecil, bahkan sehabis dilahirkan. Kami berdua
lahir di tempat yang sama, tempat tidur kami pun bersebelahan. Selisih lahirnya
pun hanya 8 jam, dan Dafy lebih dulu dilahirkan.
Sejak berusia 3 tahun, aku dan Dafy
setiap sore hari tiba, kami selalu bersepeda bersama mengelilingi perumahan. Kegiatan rutin itu berhenti saat Dafy harus
meninggalkan kota ini. Dafy harus pindah saat menginjak usia 8 tahun. Dia
terserang harus kehilangan kekebalan tubuhnya, atau lebih tepat disebut lupus.
Rumah sakit di kotaku tidak memiliki peralatan medis yang Dafy butuhkan
sekarang, peralatan medisnya tak selengkap rumah sakit di kota-kota besar. Jadi
, itu semua mengharuskan Dafy untuk meninggalkan kota kelahirannya. Dia
dipindahkan ke luar kota, untuk mendapatkan perawatan yang intensif. 1 tahun
sakit yang diderita Dafy tak kunjung selesai. Tepat satu tahun Dafy perg , aku
juga harus pindah, tapi sayangnya di kota yang berbeda dengan Dafy bertempat
tinggal sekarang..
Aku pindah karena pekerjaan ayahku.
Semenjak itu, kabar tentang Dafy tak pernah ku dengar. 10 tahun tlah berlal..
aku mendapatkan beasiswa kuliah di Harvard University, Amerika. Cita-citaku
yang slalu aku nanti-nantikan akhirnya terwujud. Sejak kecil aku dan Dafy
berjanji, ”Suatu saat nanti, kita pasti bisa kuliah di Harvard“. Semua orang
menertawakanku, saat aku menceritakkan keinginanku untuk kuliah disana,
kedengarannya memang sangat tidak mungkin. Tapi pada kenyataannya lah, sekarang
aku bisa duduk di bangku Harvard. Sayangnya, aku tidak bersama Dafy. Pikirku,
mungkin Dafy sudah pergi dari dunia ini, karena penyakit yang dideritanya.
Aku kangen sekali, sama gaya Dafy
berbicara, cara dia senyum, canda, tawa,pernah aku lalui bersamanya.Jujur, aku
sangat beruntung bisa mengenal dia, apalagi menjadi sahabatnya. Aku pikir dia
adalah sosok yang pantang menyerah dan tak kenal putus asa.
“za!” sapa Fhiya, membuyarkan
lamunanku
“apa’an sih?”
“ngapain lo? Ngelamun? Mikiran sapa?
Udah naksir lo sama salah satu cowok disini?
“apa’an sihhhh !!!”
Aku dan Fhiya
kenal sejak kuliah disini. Fhiya kenalanku yang berasal dari Indonesia. Jadi,
aku tak perlu susah payah berbicara
bahasa inggris denganya.
Beberapa
bula kemudian….
Pagi yang dingin sekali.. Baru kali
ini aku merasakan salju. Seumur hidupku, ini kali pertama Jsenangnyaa..
pagi ini aku jalan-jalan mengelilingi Harvard, maklum. Sejak kuliah disini, aku
belum pernah menyusuri Harvard karena tugas yang tak ada habisnya, belum lagi
ujian yang sering diadakan. Jadi beberapa bulan itu, waktu ku habis di kamar
kosku menatap buku yang tak ada habisnya. tak sengaja aku menyenggol seseorang
yang ada di depanku, dan buku yang dibawanya jatuh semua.
“ah ! I’m sorry” kataku
“It’s okay, no problem J”
Ku balas dia
hanya sebuah senyuman, dan langsung aku
membantunya membereskan buku-buku tadi. Sewaktu aku membereskan salah satu buku
diantara yang lain, buku itu bertuliskan “DAFY CARAKA PRATAMA “degg, jantungku
berdetak sangat kencang.. beribu pertanyaan datang di benakku. Apakah dia? Orang
yang slama ini aku pikirkan? Orang slama ini menjadi penyemangat hidupku? Penyemangat
yang tak pernah ada habisnya walau jarak membentagnya? pikirku tak habis-habis,
tiba-tiba, lamunanku terbuyar
“ May I know your name ?” tanyaku
“With my pleasure, My name’s Dafy,
I’m from Indonesia” jawabnya
“Do you still remember me?”
“hmm , what’s your name ?”
“Faza, I’m from Indonesia”
Sore itu
juga, dia langsung mengajakku makan di salah satu kafe dekat kampus. Disana dia
menceritakan semua kisah pahit yang didalamnya. Dafy hampir saja meninggal
dunia saat berusia 13 tahun. Kekebalan tubuhnya sangat tipis dan ada seseorang
yang berniat buruk. Ada seseorang yang mencoba mematikan alat pendetak jantung
yang saat itu berada di samping Dafy. Sayangnya, Dafy pada saat keadaan tidak
sadar. Dan, dafy sempat tidak menghembuskan nafasnya. Beruntung, suster cepat
datang dan segera memanggil dokter. Saat dokter mencoba menghidupkan detak
jantungnya, Dafy seperti berada di sebuah lorong.. Setelah menyusuri lorong
tersebut ada dua pintu di hadapannya, pintu kanan dan kiri. Sayangnya , pintu
sekarang yang terbuka ialah pintu sebelah kiri. Dia segera memasuki pintu
tersebut. Banyak orang seperti telah mengalami kebakaran, sekujur tubuh mereka
ada api yang menyala-nyala, layaknya neraka. Dafy takut, akhirnya ia memutuskan
untuk mundur. Dalam perjalanannya mundur, dia mendengar suara ponsel ayahnya ,
1 detikpun dia membuka matanya lebar-lebar. Dan, sekarang dia sudah berada
tempat dimana dia dirawat tadi.
Tak terasa air mataku jatuh,
membasahi pipiku. Aku membayangkan saja, apa yang dialami sahabat kecilku.
Syukurnya, karena mukjizat yang diberikkan Allah SWT, Dafy bisa melawan yang
menyerang penyakit yang ada dalam dirinya. Tak hanya itu, disaat Dafy genap
berusia 16 tahun, orang tuanya bercerai. Dafy hancur.. hancur.. dan hancur.. Dia sudah tidak tahan. Bahkan, dia
sudah mencoba untuk bunuh diri. Dia sudah mencoba untuk bunuh diri dengan cara melompat
dari lantai 8 apartemennnya. Beruntung, dia sadar, akan pengorbanan orang tua
untuknya melawan penyakit yang pernah dideritanya. Syukurlah.
2 jam lebih, aku duduk disebelah
Dafy. Entah mengapa, saat aku berada di dekat Dafy, hatiku saat damai J. Penjual
lollipop yang lewat di hadapanku, sebagai symbol aku dan Dafy selalu bersama walau kita tak mungkin saling
memiliki, karena kita sahabat selamanya. Lolllipop berbentuk lingakaran,
hubungan kami juga seperti itu, walau tak mungkin untuk saling memiliki , tapi
tak pernah berujung . Kita kan meraih
kesuksesan bersama.. SWEET LOLLIPOP J by Asha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar